KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya ucapkan atas
kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih
diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing dan
teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Penulis
menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Koperasi
adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum
dengan melaksanakan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi
sehingga sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas kekeluargaan. Berikut adalah
hal-hal yang perlu
diketahui dalam Koperasi :
Sejarah Gerakan KoperasiGerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan prinsip koperasi.
1. Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh R.Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan konggres koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya konggres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
2. Lambang Koperasi Indonesia
Lambang Koperasi di Indonesia memiliki arti sebagai berikut :
a.
Rantai
melambangkan persahabatan yang
kokoh
b.
Gigi
Roda melambangkan usaha/karya
yang terus menerus
c.
Kapas
dan padi melambangkan
kemakmuran rakyat yang
diusahakan oleh koperasi
d.
Timbangan
melambangkan keadilan sosial
sebagai salah satu
dasar koperasi
e.
Bintang
dan Perisai melambangkan
Pancasila sebagai landasan
ideal koperasi
f.
Pohon
Beringin melambangkan sifat
kemasyarakatan dan kepribadian
Indonesia yang kokoh
berakar
g.
Tulisan
Koperasi Indonesia melambangkan
kepribadian Koperasi Rakyat
Indonesia
h.
Warna
Merah dan Putih
melambangkan sifat Nasional
Indonesia.
3.
Sumber Modal Koperasi
Adapun modal koperasi terdiri atas
modal sendiri dan modal pinjaman .
a. Modal sendiri
- Simpanan pokok
- Simpanan wajib
- Dana cadangan
- Hibah
b. Modal pinjaman
- Anggota dan calon anggota
- Koperasi lainnya/ anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi
- Bank atau lembaga keuangan lainnya
- Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
- Sumber lain yang sah
Dengan adanya informasi mengenai Koperasi ini di harapkan agar meningkatkan pengetahuan masyarakat / pembaca terhadap Koperasi, mengenai bagaimana sejarah koperasi di Indonesia, apa makna dari lambang koperasi, serta bagaimana koperasi mendapatkan sumber modal.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Sejarah
Perkoperasian di Indonesia
1.2.2 Konsep – Konsep dan
Prinsip – Prinsip Koperasi
1.2.3 Pengertian
Koperasi
1.3 Metode
Penulisan Makalah
Kajian pustaka
dilakukan dengan mencari
bahan – bahan bacaan dalam
buku pengetahuan yang
berkaitan dengan makalah
ini. Adapun dengan
menggunakan Internet untuk
menambahkan bahan bacaan
yang kurang.
1.4 Tujuan
Penulisan Makalah
1.4.1
Menambah pengetahuan mengenai
koperasi
1.4.2
Mengetahui bagaimana sejarah
koperasi
1.4.3
Memahami konsep – konsep dan
prinsip – prinsip koperasi
1.4.4
Memahami arti lambang
koperasi serta mengamalkannya dalam
kehidupan
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah
Makalah ini
disusun dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Metode Penulisan
Makalah
1.4 Tujuan Penulisan
Makalah
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Perkoperasian di Indonesia
2.2 Konsep – Konsep dan
Prinsip – Prinsip Koperasi
2.3 Pengertian
Koperasi
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
BAB
II
PEMBAHASAN
. 1.
Sejarah
Koperasi Di Indonesia
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20
yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak
dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan
rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan
oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya
sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan
beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong
dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896.
Pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan konggres
koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya konggres ini
kemudian ditetapkan sebagai Hari
Koperasi Indonesia.
Perkoperasian
di Indonesia
Pada tanggal 16 Desember 1895, Raden Aria Wiraatmadja, Patih Purwokerto, mendirikan De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der Irlansdche (Bank Bantuan dan Simpanan Purwokerto), atau lebih di kenal dengan sebutan Bank Priyayi Purwokerto. Bank ini didirikan untuk membantu pegawai pemerintah (priyayi) terlepas dari jeratan lintah darat.
Pada tanggal 16 Desember 1895, Raden Aria Wiraatmadja, Patih Purwokerto, mendirikan De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der Irlansdche (Bank Bantuan dan Simpanan Purwokerto), atau lebih di kenal dengan sebutan Bank Priyayi Purwokerto. Bank ini didirikan untuk membantu pegawai pemerintah (priyayi) terlepas dari jeratan lintah darat.
Muhammad Hatta berpendapat, bahwa
Bank Priyayi Purwokerto bukan merupakan bank koperasi. Meskipun demikian,
pendirian bank tersebut telah menggerakkan hati Asisten Residen De Wolff Van
Westerrode untuk mengembangkan koperasi-koperasi kredit di kalangan
petani di Seluruh Karesidenan Banyumas. De Wolff Van Westerrode ingin
mengembangkan koperasi kredit model Raiffeisen seperti yang pernah dilihatnya
di Jerman. Tetapi upaya untuk mengembangkan koperasi model Raiffeisen ini tidak
terlaksana. Menurut Ir. Ibnoe Soedjono kegagalan ini disebabkan karena adanya
kesenjangan kultural (cultural gap) antara lingkungan ekonomi modern (tempat
lahir koperasi Raiffeisen) dan lingkungan ekonomi tradisional (di Jawa dengan
sistem gotong-royong yang sifatnya sosial). De Wolff Van Westerrode kemudian
melakukan reorganisasi dengan mengubah nama bank yang didirikan Raden Arya
Wiraatmadja itu menjadi Purwokertosche Hulp Spaar en Landbouwercredit Bank
(Bank Bantuan dan Simpanan serta Kredit Petani Purwokerto). Bersamaan dengan
perluasan bank itu, di seluruh Karesidenan Banyumas didirikan 250 lumbung desa
yang bertugas memberikan kredit dalam bentuk padi.
Berdirinya Bank Priyayi Purwokerto mendorong pemerintah untuk mendirikan Volkscredit Bank (Bank Kredit Rakyat) di seluruh Jawa dan Madura. Pada tahun 1934, semua Volkscredit Bank disatukan menjadi Algemeene Volkscredit Bank yang memiliki cabang di seluruh Indonesia. Volkscredit Bank inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Berdirinya Bank Priyayi Purwokerto mendorong pemerintah untuk mendirikan Volkscredit Bank (Bank Kredit Rakyat) di seluruh Jawa dan Madura. Pada tahun 1934, semua Volkscredit Bank disatukan menjadi Algemeene Volkscredit Bank yang memiliki cabang di seluruh Indonesia. Volkscredit Bank inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).
cita-cita
koperasi di kalangan masyarakat Indonesia dimulai pada tahun 1908 oleh Budi
Utomo. Berdasarkan pemikiran bahwa rakyat yang lemah ekonominya tidak akan bisa
membentuk negara yang kuat, maka organisasi gerakan nasional menganjurkan
pembentukan koperasi di kalangan rakyat atau membentuk sendiri
koperasi-koperasi. Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam (kemudian menjadi
Serikat Islam) membentuk koperasi-koperasi rumah tangga atau toko koperasi
(koperasi konsumen) yang disebut “toko andeel”. Tetapi karena pengetahuan dan
pengalaman dalam mengelola koperasi konsumen masih sangat kurang, maka
koperasi-koperasi tersebut tidak bertahan lama.
Melihat perkembangan koperasi yang semakin memasyarakat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengeluarkan peraturan perundangan yang mengatur kehidupan perkoperasian. Belanda mengeluarkan UU No. 431 Tahun 1915 yang isinya antara lain: harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi, sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa, harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral, dan proposal pengajuan harus berbahasa Belanda. Peraturan-peraturan tersebut dirasakan sangat rumit dan mahal bagi rakyat Indonesia. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Koperasi yang terdiri dari 7 orang Belanda dan 3 orang Indonesia. Komisi ini bertujuan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan bagi koperasi di Indonesia. Atas rekomendasi Komisi Koperasi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1927. Undang-undang baru ini jauh lebih ringan dibanding UU No. 431 Tahun 1915, antara lain: hanya membayar 3 gulden untuk meterai, sistem usaha sesuai dengan hukum dagang masing-masing daerah, perizinan bisa diperoleh di daerah setempat, dan proposal pengajuan bisa menggunakan bahasa daerah.
Pada tahun 1927, dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studieclub yang menghimpun segolongan kecil kaum intelektual yang antara lain mempelajari masalah perkoperasian.
Pada tahun 1929, Partai Nasional Indonesia menyelenggarakan Konggres Koperasi di Jakarta. Konggres ini membangkitkan kembali semangat berkoperasi masyarakat indonesia dan mendorong berdirinya banyak koperasi di Jawa. Kebangkitan koperasi ini mencapai puncaknya pada tahun 1932, setelah itu koperasi mengalami kemunduran. Hal ini menunjukkan dasar-dasar yang dimiliki koperasi-koperasi tersebut masih lemah.
Pada tahun 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1933 yang mirip UU No. 431 Tahun 1915. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka di Hindia Belanda berlaku dua peraturan, yaitu: UU No. 21 Tahun 1933 dan UU No. 91 Tahun 1927.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri dibuka kembali dengan nama Syomin Kumiai Tyo Dyimusyo, sedangkan kantor-kantor di daerah menjadi Syomin Kumiai Tyo Sandansyo. Pemerintah Militer Jepang masih memakai UU No. 91 Tahun 1927 tentang perkoperasian dan mengeluarkan UU No. 23 yang mengatur tata cara pendirian perkumpulan dan penyelenggaraan persidangan, antara lain disebutkan bahwa untuk mendirikan perkumpulan, termasuk koperasi harus mendapat izin Shuchokan (setara dengan Residen).
Pada tanggal 1 Agustus 1944 pemerintah Jepang mendirikan Kantor Perekonomian Rakyat. Dengan berdirinya kantor ini, maka Jawatan Koperasi menjadi bagian dari Kantor Perekonomian Rakyat yang diberi nama Kumiai. Kumiai bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan koperasi. Kumiai oleh pemerintah Jepang digunakan untuk membagikan barang-barang kepada rakyat, dan untuk mengumpulkan hasil bumi untuk keperluan perang tentara Jepang.
Pada tahun 1945, dengan lahirnya kemerdekaan Republik Indonesia, maka semangat koperasi bangkit kembali. Ada dua penggaruh yang tampak menggebu dalam menggerakkan koperasi, yaitu semangat mendirikan koperasi secara besar-besaran untuk mencari keuntungan tanpa mengindahkan dasar-dasar koperasi yang benar, dan pengaruh jiwa kumiai yang menghendaki terbentuknya koperasi distribusi.
Pada tanggal 11-14 Juli 1947, orang-orang yang menghendaki tumbuh dan berkembangnya koperasi-koperasi dengan dasar-dasar yang murni kemudian menyelenggarakan Konggres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya. Dalam Konggres Koperasi Indonesia I ini dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang di kemudian hari menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN). Keputusan-keputusan lain yang diambil adalah menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi dan mengukuhkan gotong-royong sebagai azas koperasi.
Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI mempunyai peranan besar dalam menggerakkan dan mengembangkan koperasi di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam Konggres Besar Koperasi seluruh Indonesia II di Bandung tahun 1953, Muhammad Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Sejak itu gerakan koperasi mengalami konsolidasi dalam arti ideologis maupun organisasi. Apalagi setelah menjadi anggota Internasional Cooperative Alliance (ICA) pada tahun 1956.
Perkembangan Undang-undang Perkoperasian Setelah Kemerdekaan
Pada tahun1949 pemerintah Indonesia mengganti UU No.91 Tahun 1927 dengan UU No. 179 Tahun 1949 yang pada hakekatnya adalah penterjemahan UU No. 21 Tahun 1927. Pada tahun 1958 pemerintah mengeluarkan UU No. 79 Tahun 1958 dan mencabut UU No. 179 Tahun 1949. UU No. 79 ini adalah undang-undang yang dibuat berdasarkan UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33).
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 Tahun 1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 Tahun 1958 dengan haluan pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin. Pada tahun 1965 pemerintah mengganti PP No. 60 Tahun 1959 dengan UU No. 14 Tahun 1965. Undang-undang baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep pemikiran komunisme. Hal ini tampak dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong-royong berporos NASAKOM. UU No. 14 Tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena setelah itu terjadi peristiwa G-30 S/PKI dan lahirnya Orde Baru.
Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa undang-undang, karena pengganti undang-undang yang lama belum ada, maka pada tahun 1967 pemerintah mengeluarkan UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 Tahun 1967 karena dianggap sudah tidak relevan lagi dan mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Undang-undang ini kemudian berlaku sampai sekarang.
Melihat perkembangan koperasi yang semakin memasyarakat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengeluarkan peraturan perundangan yang mengatur kehidupan perkoperasian. Belanda mengeluarkan UU No. 431 Tahun 1915 yang isinya antara lain: harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi, sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa, harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral, dan proposal pengajuan harus berbahasa Belanda. Peraturan-peraturan tersebut dirasakan sangat rumit dan mahal bagi rakyat Indonesia. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Koperasi yang terdiri dari 7 orang Belanda dan 3 orang Indonesia. Komisi ini bertujuan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan bagi koperasi di Indonesia. Atas rekomendasi Komisi Koperasi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1927. Undang-undang baru ini jauh lebih ringan dibanding UU No. 431 Tahun 1915, antara lain: hanya membayar 3 gulden untuk meterai, sistem usaha sesuai dengan hukum dagang masing-masing daerah, perizinan bisa diperoleh di daerah setempat, dan proposal pengajuan bisa menggunakan bahasa daerah.
Pada tahun 1927, dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studieclub yang menghimpun segolongan kecil kaum intelektual yang antara lain mempelajari masalah perkoperasian.
Pada tahun 1929, Partai Nasional Indonesia menyelenggarakan Konggres Koperasi di Jakarta. Konggres ini membangkitkan kembali semangat berkoperasi masyarakat indonesia dan mendorong berdirinya banyak koperasi di Jawa. Kebangkitan koperasi ini mencapai puncaknya pada tahun 1932, setelah itu koperasi mengalami kemunduran. Hal ini menunjukkan dasar-dasar yang dimiliki koperasi-koperasi tersebut masih lemah.
Pada tahun 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1933 yang mirip UU No. 431 Tahun 1915. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka di Hindia Belanda berlaku dua peraturan, yaitu: UU No. 21 Tahun 1933 dan UU No. 91 Tahun 1927.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri dibuka kembali dengan nama Syomin Kumiai Tyo Dyimusyo, sedangkan kantor-kantor di daerah menjadi Syomin Kumiai Tyo Sandansyo. Pemerintah Militer Jepang masih memakai UU No. 91 Tahun 1927 tentang perkoperasian dan mengeluarkan UU No. 23 yang mengatur tata cara pendirian perkumpulan dan penyelenggaraan persidangan, antara lain disebutkan bahwa untuk mendirikan perkumpulan, termasuk koperasi harus mendapat izin Shuchokan (setara dengan Residen).
Pada tanggal 1 Agustus 1944 pemerintah Jepang mendirikan Kantor Perekonomian Rakyat. Dengan berdirinya kantor ini, maka Jawatan Koperasi menjadi bagian dari Kantor Perekonomian Rakyat yang diberi nama Kumiai. Kumiai bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan koperasi. Kumiai oleh pemerintah Jepang digunakan untuk membagikan barang-barang kepada rakyat, dan untuk mengumpulkan hasil bumi untuk keperluan perang tentara Jepang.
Pada tahun 1945, dengan lahirnya kemerdekaan Republik Indonesia, maka semangat koperasi bangkit kembali. Ada dua penggaruh yang tampak menggebu dalam menggerakkan koperasi, yaitu semangat mendirikan koperasi secara besar-besaran untuk mencari keuntungan tanpa mengindahkan dasar-dasar koperasi yang benar, dan pengaruh jiwa kumiai yang menghendaki terbentuknya koperasi distribusi.
Pada tanggal 11-14 Juli 1947, orang-orang yang menghendaki tumbuh dan berkembangnya koperasi-koperasi dengan dasar-dasar yang murni kemudian menyelenggarakan Konggres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya. Dalam Konggres Koperasi Indonesia I ini dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang di kemudian hari menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN). Keputusan-keputusan lain yang diambil adalah menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi dan mengukuhkan gotong-royong sebagai azas koperasi.
Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI mempunyai peranan besar dalam menggerakkan dan mengembangkan koperasi di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam Konggres Besar Koperasi seluruh Indonesia II di Bandung tahun 1953, Muhammad Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Sejak itu gerakan koperasi mengalami konsolidasi dalam arti ideologis maupun organisasi. Apalagi setelah menjadi anggota Internasional Cooperative Alliance (ICA) pada tahun 1956.
Perkembangan Undang-undang Perkoperasian Setelah Kemerdekaan
Pada tahun1949 pemerintah Indonesia mengganti UU No.91 Tahun 1927 dengan UU No. 179 Tahun 1949 yang pada hakekatnya adalah penterjemahan UU No. 21 Tahun 1927. Pada tahun 1958 pemerintah mengeluarkan UU No. 79 Tahun 1958 dan mencabut UU No. 179 Tahun 1949. UU No. 79 ini adalah undang-undang yang dibuat berdasarkan UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33).
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 Tahun 1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 Tahun 1958 dengan haluan pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin. Pada tahun 1965 pemerintah mengganti PP No. 60 Tahun 1959 dengan UU No. 14 Tahun 1965. Undang-undang baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep pemikiran komunisme. Hal ini tampak dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong-royong berporos NASAKOM. UU No. 14 Tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena setelah itu terjadi peristiwa G-30 S/PKI dan lahirnya Orde Baru.
Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa undang-undang, karena pengganti undang-undang yang lama belum ada, maka pada tahun 1967 pemerintah mengeluarkan UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 Tahun 1967 karena dianggap sudah tidak relevan lagi dan mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Undang-undang ini kemudian berlaku sampai sekarang.
2. 2.
Konsep-konsep dan prinsip perkoperasian dari
beberapa tokoh
• Prinsip Munkner
•Prinsip Rochdale
•Prinsip Raiffeisen
•Prinsip Herman Schulze
•Prinsip ICA (International Cooperative Allience)
•Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 12 tahun 1967
•Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 25/1992
MUNKNER
•Keanggotaan bersifat sukarela
•Keanggotaan terbuka
•Pengembangan anggota
•Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
•Manajemen dan pengawasan dilaksanakan scr demokratis
•Koperasi sbg kumpulan orang-orang
•Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
•Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
•Perkumpulan dengan sukarela
•Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
•Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
•Pendidikan anggota
PRINSIP ROCHDALE
•Pengawasan secara demokratis
•Keanggotaan yang terbuka
•Bunga atas modal dibatasi
•Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing
anggota
•Penjualan sepenuhnya dengan tunai
•Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
•Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
•Netral terhadap politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
•Swadaya
•Daerah kerja terbatas
•SHU untuk cadangan
•Tanggung jawab anggota tidak terbatas
•Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
•Usaha hanya kepada anggota
•Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
•Swadaya
•Daerah kerja tak terbatas
•SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
•Tanggung jawab anggota terbatas
•Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
•Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
•Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
•Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
•Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
•SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
•Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
•Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional,
nasional maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
•Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
•Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin demokrasi dalam
koperasi
•Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
•Adanya pembatasan bunga atas modal
•Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
•Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
•Swadaya, swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
•Prinsip Rochdale
•Prinsip Raiffeisen
•Prinsip Herman Schulze
•Prinsip ICA (International Cooperative Allience)
•Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 12 tahun 1967
•Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 25/1992
MUNKNER
•Keanggotaan bersifat sukarela
•Keanggotaan terbuka
•Pengembangan anggota
•Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
•Manajemen dan pengawasan dilaksanakan scr demokratis
•Koperasi sbg kumpulan orang-orang
•Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
•Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
•Perkumpulan dengan sukarela
•Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
•Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
•Pendidikan anggota
PRINSIP ROCHDALE
•Pengawasan secara demokratis
•Keanggotaan yang terbuka
•Bunga atas modal dibatasi
•Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing
anggota
•Penjualan sepenuhnya dengan tunai
•Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
•Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
•Netral terhadap politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
•Swadaya
•Daerah kerja terbatas
•SHU untuk cadangan
•Tanggung jawab anggota tidak terbatas
•Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
•Usaha hanya kepada anggota
•Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
•Swadaya
•Daerah kerja tak terbatas
•SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
•Tanggung jawab anggota terbatas
•Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
•Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
•Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
•Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
•Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
•SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
•Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
•Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional,
nasional maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
•Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
•Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin demokrasi dalam
koperasi
•Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
•Adanya pembatasan bunga atas modal
•Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
•Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
•Swadaya, swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
PRINSIP KOPERASI UU NO. 25 / 1992
•Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
•Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
•Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
•Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
•Kemandirian
•Pendidikan perkoperasian
•Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
•Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
•Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
•Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
•Kemandirian
•Pendidikan perkoperasian
3. 3. Pengertian Koperasi Dari
Beberapa Tokoh
1
Menurut Margono Djojohadikoesoemo (2002 :21)
dalam bukunya 10 tahun koperasi 1941, bahwa koperasi ialah perkumpulan manusia
seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan
ekonominya.
2
Menurut Margaret Digby dalam
tulisannya ‘The World Cooperative Movement ‘ yang dikutip oleh Rivai
Wirasasmita, dkk (1990 :4) “bahwa koperasi mempunyai arti kerja sama dan siap untuk menolon . adalah
suatu usaha swasta, tetapi ada perbedaannya dengan badan usaha swasta lain
dalam hal cara untuk mencapai tujuannya dalam penggunaan alat-alatnya.
3
Menurut Said Hamid Hasan (1997 : 137)
dikatakan bahwa “koperasi adalah kumpulan dari orang-orang yang sebagai manusia
secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk
memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.”
Dari beberapa pengertian koperasi diatas, bahwa pada hakekatnya koperasi adalah suatu cara yang dilakukan sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membentuk usaha bersama, modal yang terbatas dan tanggung jawab pengelolaannya dengan tanpa pemaksaan dari manapun dan tidak disertai mencari keuntungan untuk perorangan, badan atau organisasi. Sehingga usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama, mengangkat harga diri, meningkatkan kedudukan, serta kemampuan untuk mempertahankan diri dari kesulitan
Dari beberapa pengertian koperasi diatas, bahwa pada hakekatnya koperasi adalah suatu cara yang dilakukan sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membentuk usaha bersama, modal yang terbatas dan tanggung jawab pengelolaannya dengan tanpa pemaksaan dari manapun dan tidak disertai mencari keuntungan untuk perorangan, badan atau organisasi. Sehingga usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama, mengangkat harga diri, meningkatkan kedudukan, serta kemampuan untuk mempertahankan diri dari kesulitan
4
Menurut
ILO
Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam
koperasi, yaitu :
` Koperasi
adalah perkumpulan orang-orang
Penggabungan orang-orang berdasarkan
kesukarelaan
Terdapat tujuan ekonomi yang
ingin dicapai
Koperasi berbentuk organisasi
bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis
Terdapat kontribusi yang adil
terhadap modal yang dibutuhkan
Anggota koperasi menerima
resiko dan manfaat secara seimbang
5. menurut Chaniago
Drs. Arifinal Chaniago (1984) dalam bukunya Perkoperasian Indonesia memberikan definisi, “ Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya”.
6. menurut Dooren
Koperasi tidak hanya kumpulan orang-orang melainkan juga kumpulan badan-badan hukum.
Drs. Arifinal Chaniago (1984) dalam bukunya Perkoperasian Indonesia memberikan definisi, “ Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya”.
6. menurut Dooren
Koperasi tidak hanya kumpulan orang-orang melainkan juga kumpulan badan-badan hukum.
7. menurut Hatta
Definisi koperasi menurut “Bapak Koperasi Indonesia” Moh. Hatta adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.
8. Agus Sudono : Agus sudono yang dibesarkan di lingkungan Kopkar (koperasi karyawan) sehingga ia tahu suka dukanya di dalam lingkungan tersebut sehingga ia terdorong untuk mendirikan Inkopkar (Induk Koperasi Karyawan) pada tahun 1986.
9. Dr. Ir.H Beddu Amang : Sosok abdi koperasi yang selalu haus ilmu. Ia bahkan mengejar dan menuntaskan gelar doktornya dikala ia dipanggil untuk mengabdi kepada Koperasi.
10. Dr. H Daman Danuwidjaja : Keberhasilanya membangun koperasi susu dari tingkat kabupaten hingga menjadi ketua umum GKSI menjadikan hal kenapa ia patut dimasukkan dalam 10 tokoh koperasi Indonesia.
11.Eddiwan : Dikenal salah satunya sebagai bapak koperasi Perikanan Indonesia. Juga mencuat karena perannya sebagai ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) 1980-1983.
12 J K Lumunon : Ketua umum kerjasama pengembangan Koperasi Dekopin.
13 Ir Muhammad Iqbal : Mantan Ketua Umum Mahasiswa ITB Bandung yang menjadi ketua umum Koperasi Indonesia (Kopindo).
14 Mubha Kahar Muang, SE : Wanita kelahiran makassar yang menjadikan aktivitas organisasi sebagai bagian hidupnya. Dedikasinya kepada Kosti Jaya (Koperasi Supir Taksi Jakarta Raya) menjadikan ia masuk dalam kategori ini.
15 Muchtar Mandala : Tercatat pernah menjadi direktur utama Bank Bukopin sejak 17 juli 1989.
16 Prof Dr Sri Edi Swasono : Menantu bapak koperasi Indonesia yang malang melintang di dunia perkoperasiaan Indonesia.
17. Sutrisno Hadi : Jebolan FE UI yang malang melintang di PERURI.
Definisi koperasi menurut “Bapak Koperasi Indonesia” Moh. Hatta adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.
8. Agus Sudono : Agus sudono yang dibesarkan di lingkungan Kopkar (koperasi karyawan) sehingga ia tahu suka dukanya di dalam lingkungan tersebut sehingga ia terdorong untuk mendirikan Inkopkar (Induk Koperasi Karyawan) pada tahun 1986.
9. Dr. Ir.H Beddu Amang : Sosok abdi koperasi yang selalu haus ilmu. Ia bahkan mengejar dan menuntaskan gelar doktornya dikala ia dipanggil untuk mengabdi kepada Koperasi.
10. Dr. H Daman Danuwidjaja : Keberhasilanya membangun koperasi susu dari tingkat kabupaten hingga menjadi ketua umum GKSI menjadikan hal kenapa ia patut dimasukkan dalam 10 tokoh koperasi Indonesia.
11.Eddiwan : Dikenal salah satunya sebagai bapak koperasi Perikanan Indonesia. Juga mencuat karena perannya sebagai ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) 1980-1983.
12 J K Lumunon : Ketua umum kerjasama pengembangan Koperasi Dekopin.
13 Ir Muhammad Iqbal : Mantan Ketua Umum Mahasiswa ITB Bandung yang menjadi ketua umum Koperasi Indonesia (Kopindo).
14 Mubha Kahar Muang, SE : Wanita kelahiran makassar yang menjadikan aktivitas organisasi sebagai bagian hidupnya. Dedikasinya kepada Kosti Jaya (Koperasi Supir Taksi Jakarta Raya) menjadikan ia masuk dalam kategori ini.
15 Muchtar Mandala : Tercatat pernah menjadi direktur utama Bank Bukopin sejak 17 juli 1989.
16 Prof Dr Sri Edi Swasono : Menantu bapak koperasi Indonesia yang malang melintang di dunia perkoperasiaan Indonesia.
17. Sutrisno Hadi : Jebolan FE UI yang malang melintang di PERURI.
BAB
III
PENUTUP3.1 Kesimpulan
Koperasi sebagai bentuk usaha merupakan organisasi ekonomi rakyat yang bersifat sosial. Koperasi berfungi sebagai alat ekonomi yang dapat mensejahterakan rakyat. Koperasi pun memiliki peranan yang besar dalam pembangunan masional. Sebagai usaha bersama yang berdasarkan kekeluargaan, koperasi haruslah dikelola dengan prinsip – prinsip manajemen secara tepat.
3.2 Saran
Koperasi di Indonesia harus tetap berdiri dan jangan sampai hilang keberadaannya karena koperasi memiliki banyak sekali nilai – nilai positif yang dapat kita contoh dan kita amalkan dalam kehidupan sehari – hari. Semoga dengan adanya koperasi masyarakat bisa lebih sejahtera karena itu merupakan salah satu tujuan koperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar