Sistem Ekonomi Islam Menggantikan Sistem Ekonomi Kapitalis
Krisis ekonomi saat ini telah membuat para pemimpin dunia disibukkan oleh upaya mencari jalan keluar untuk menghentikan ’pendarahan’ akibat kecelakaan fatal ekonomi keuangan mereka. Paket penyelamatan krisis pun telah disiapkan dengan total dana yang tidak tanggung-tanggung: 3.4 triliun dolar AS (AS: 700 miliar dolar; Inggris: 691 miliar dolar; Jerman: 680 miliar dolar; Irlandia: 544 miliar dolar; Prancis: 492 miliar dolar; Rusia: 200 miliar dolar dan negara-negara Asia: 80 miliar dolar! (Kompas 26/10).
Kenyataannya,
sampai saat ini kondisi ekonomi masih terus memburuk. Indeks harga
saham di bursa dunia terus terpuruk. Nilai mata uang di pasar uang terus
bergejolak. Saluran dana untuk kredit ke sektor industri, infrastruktur dan perdagangan mulai macet. Proses produksi mandek. Dua puluh juta pekerja di seluruh dunia terancam di-PHK.
Penyebab Utama Krisis
Sebab utama krisis ekonomi bisa dilacak dari begitu berkuasanya sektor moneter/keuangan (sistem uang kertas [fiat money], perbankan ribawi, pasar modal, bursa saham, valas [pasar uang], dll) atas sektor riil (perdagangan dan jasa yang bersifat nyata). Sebelum krisis moneter di Asia tahun 1997/1998, misalnya, dalam satu hari, dana yang beredar dalam transaksi semu di pasar modal dan pasar uang dunia diperkirakan rata-rata sekitar 2-3 triliun dolar AS, atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Sebaliknya, arus perdagangan barang secara internasional dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Republika, 18/8/2000).
Besaran
transaksi yang terjadi di pasar uang dunia berjumlah 1,5 triliun dolar
AS dalam sehari. Sebaliknya, besaran transaksi pada perdagangan dunia di
sektor riil hanya 6 triliun dolar AS setiap tahunnya. Jadi,
perbandingannya adalah 500:6. Dengan kata lain, transaksi di sektor riil
hanya sekitar 1%-an dari sektor keuangan (Agustianto, 2007).
Sementara itu, menurut Kompas September 2007, uang yang beredar dalam transaksi valas (valuta asing) mencapai 1,3 triliun dalam setahun.
Data ini menunjukkan bahwa perkembangan cepat sektor keuangan semakin melejit meninggalkan sektor riil.
Ekonomi Kapitalisme: Biang Krisis
Krisis ekonomi dunia saat ini bukanlah yang pertama maupun yang terakhir. Boleh dikatakan, sejarah ekonomi Kapitalisme adalah sejarah krisis. Roy Davies dan Glyn Davies (1996), dalam buku The History of Money From Ancient time to Present Day, menguraikan sejarah kronologi krisis ekonomi dunia secara menyeluruh. Menurut
keduanya, sepanjang Abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar
yang melanda banyak negara. Ini berarti, rata-rata setiap 5 tahun
terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi
ratusan juta umat manusia.
Krisis
ekonomi sudah terjadi sejak tahun 1907; disusul dengan krisis ekonomi
tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai
saat ini. Di Asia Tenggara sendiri—khususnya Thailand, Malaysia dan
Indonesia—krisis pernah terjadi pada tahun 1997-2002 hingga saat ini.
Sistem Ekonomi Islam: Berbasiskan Sektor Riil
Dalam
ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti—atau terikat dengan—sektor
riil. Dalam pandangan Islam, uang bukan komoditas (barang dagangan),
melainkan alat pembayaran. Islam menolak keras segala jenis transaksi
semu seperti yang terjadi di pasar uang atau pasar modal saat ini.
Sebaliknya, Islam mendorong perdagangan internasional. Muhammad saw.,
sebelum menjadi rasul, telah menjadi pedagang internasional sejak usia
remaja. Ketika berusia belasan tahun, beliau telah berdagang ke Syam
(Suriah), Yaman dan beberapa negara di kawasan Teluk sekarang. Lalu saat
beliau menjadi rasul sekaligus menjadi kepala negara Daulah Islamiyah
di Madinah, sejak awal kekuasaannya, umat Islam telah menjalin kontak
bisnis dengan Cina, India, Persia, dan Romawi. Bahkan hanya dua abad kemudian (abad kedelapan), para pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara.
Sepanjang
keberadaan Daulah Islamiyah pada zaman Nabi Muhammad saw. jarang sekali
terjadi krisis ekonomi (Pernah sekali Daulah Islam mengalami defisit,
yaitu sebelum Perang Hunain, namun segera dilunasi setelah perang). Pada
zaman Kekhilafahan Islam, khususnya masa Khulafaur Rasyidin juga
begitu. Pada zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab dan khalifah Utsman
bin Affan APBN malah sering mengalami surplus.
Apa
rahasianya? Ini karena kebijakan moneter Daulah Islamiyah masa
Rasulullah saw. dan Kekhilafahan Islam pada masa para khalifah selalu
terkait dengan sektor riil, terutama perdagangan.
Sistem Ekonomi Islam: Menjamin Kesejahteraan Umat Manusia
Dalam
sistem ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip
terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar
penawaran dan permintaan, pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, nilai
mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non-riil.
Oleh
karena itu, sistem ekonomi Islam dilakukan dengan melaksanakan beberapa
prinsip dasar di dalam mencapai tujuan terpenuhinya kebutuhan setiap
individu masyarakat.
1. Pengaturan atas kepemilikan.
Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi tiga. Pertama: kepemilikan umum.
Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun
gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas; termasuk semua yang
tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat
yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya. Dalam hal ini, negara
hanya mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam
bentuk barang maupun jasa.
Kedua: kepemilikan negara.
Kepemilikan negara meliputi semua kekayaan yang diambil negara seperti
pajak dengan segala bentuknya serta perdagangan, industri dan pertanian
yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini
dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.
Ketiga: kepemilikan individu. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syariah.
2. Penetapan sistem mata uang emas dan perak.
Emas
dan perak adalah mata uang dalam sistem Islam. Mengeluarkan kertas
substitusi harus ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama
dan dapat ditukar, saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas
negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang negara lain.
Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap, dan
tidak berubah.
Ditinggalkannya
mata uang emas dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas
telah melemahkan perekonomian negara. Dominasi mata uang dolar yang
tidak ditopang secara langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi
menjadi sangat rentan terhadap gejolak mata uang dolar. Goncangan
sekecil apapun yang terjadi di Amerika akan dengan cepat merambat ke
seluruh dunia. Bukan hanya itu, gejolak politik pun akan berdampak pada
naik-turunnya nilai mata uang akibat uang dijadikan komoditas (barang
dagangan) di pasar uang yang penuh spekulasi (untung-untungan).
3. Penghapusan sistem perbankan ribawi.
Sistem ekonomi Islam melarang riba, baik nasiah maupun fadhal;
juga menetapkan pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan
tanpa tambahan (bunga) dari uang pokoknya. Di Baitul Mal (kas negara
Daulah Islamiyah), masyarakat bisa memperoleh pinjaman bagi mereka yang
membutuhkan, termasuk para petani, tanpa ada unsur riba sedikitpun di
dalamnya.
4. Pengharaman sistem perdagangan di pasar non-riil.
Yang
termasuk ke dalam pasar non-riil (virtual market) saat ini adalah pasar
sekuritas (surat-surat berharga); pasar berjangka (komoditas emas, CPO,
tambang dan energi, dll) dan pasar uang. Sistem ekonomi Islam melarang
penjualan komoditi sebelum barang menjadi milik dan dikuasai oleh
penjualnya, haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik
seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham
yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua
sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh Kapitalisme, dengan
klaim kebebasan kepemilikan.
Inilah sistem ekonomi Islam yang benar-benar akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan bebas dari guncangan krisis ekonomi.
Sistem
ini terbukti telah mampu menciptakan kesejahteraan umat manusia—Muslim
dan non-Muslim—tanpa harus selalu berhadapan dengan krisis ekonomi yang
secara berkala menimpa, sebagaimana dialami sistem ekonomi Kapitalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar